Sabtu, 21 Januari 2012

KENAPA NEGARA HARUS MENJAMIN HAK-HAK RAKYAT UNTUK BERKESENIAN?

Oleh Nurani Soyomukti

Bagi banyak orang barangkali Kesenian adalah masalah rasa, masalah “klangenan”, masalah keindahan yang menggetarkan dan memicu perasaan jiwa. Kesenian adalah hasil dari kreativitas manusia, meniru alam yang pada dasarnya indah dalam penampakan, merdu dalam pendengaran, dan gemulai dalam gerak.


Di alam ada suara angin yang mendesis, bunyi hujan, gemericik air, suara ombak, bunyi-bunyian yang dihasilkan dari dialektika alam (dialectic of nature—meminjam kata Frederick Engels); ada kontras susunan material dan zat-zat yang kadang membentuk keindahan hakiki; keindahan rupa pada perempuan cantik dengan pipi kemerahan dan kulit sawo matang yang memakai pakaian yang memperindah tubuhnya; apalagi gaya bicara yang menyusun keindahan. Semua ini adalah hak alam yang kemudian diambil oleh manusia untuk ditirukan. Tak heran jika seni pada dasarnya adalah “mimesis”, tindakan menirukan alam.

Dari alam, dengan sejarah perjalanannya yang panjang bersamaan dengan penemuan-penemuan dan pengalamannya berhadapan dengannya, manusia menghasilkan berbagai bentuk kreativitas gerak, suara, rupa yang kemudian menjelaskan bagaimana kesenian dapat disebut sebagai hasil peradaban yang bisa membanggakan eksistensi manusia. Kesenian adalah kebutuhan penting, tentunya setelah kebutuhan yang lebih dasar bisa terpenuhi. Hak berkesenian, sebagaimana hak untuk menunjukkan diri dengan cara mencipta dan berkreasi, adalah hak universal.

Jadi tak mengherankan jika Negara (pemerintah pusat dan daerah) harus menjamin terpenuhinya hak-hak berkreativitas seni di kalangan rakyatnya.*

0 komentar:

Posting Komentar